COVERBOTHSIDE.COM – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah merubah pola-pola komunikasi dalam menyelesaikan persoalan yang timbul saat proses pembangunan proyek strategis nasional (PSN).
Menurut PBNU, pola komunikasi yang dilakukan pemerintah selama ini selalu menggunakan pendekatan koersif (paksaan dan kekerasan) yang akhirnya berujung pada bentrokan. Terbaru seperti yang terjadi di Rempang, Batam.
Sebagaimana diketahui, bentrokan terjadi antara aparat gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP dengan warga Rempang pada Kamis, 7 September 2023.
Bentrokan itu terjadi saat proses pengukuran untuk pengembangan kawasan Rempang Eco City yang dilakukan oleh BP Batam. Saat itu, warga menolak direlokasi karena wilayah mereka merupakan kampung adat masyarakat Melayu.
Bukan meredam dengan cara yang persuasif, kepolisian malah menembakkan gas air mata kearah terjadinya bentrokan. Akibatnya, bukan mereda, bentrokan antara warga dengan aparat pun semakin besar.
Tidak hanya itu, mengutip laporan Antara, beberapa siswa yang berada di sekolah terdampak gas air mata yang ditembakkan oleh kepolisian. Mereka harus dibawa ke rumah sakit akibat paparan gas air mata.
Baca Juga: Kunjungan Kerja ke Tiongkok, Jokowi Bawa Oleh-oleh Investasi Senilai Rp175 T dari Xinyi Glass
Tidak berhenti disana, bentrokan juga terjadi saat unjuk rasa penolakan relokasi di depan kantor BP Batam, pada Senin, 11 September 2023. Hal itu karena dipicu tuntutan warga yang tidak diamini oleh BP Batam.
Akibatnya, kantor BP Batam rusak parah karena dilempari batu oleh para pengunjuk rasa. Selain itu, dilaporkan bahwa ada sebanyak 34 warga yang dijadikan tersangka dalam bentrokan saat unjuk rasa tersebut.
Merespon kondisi yang terjadi di Rempang tersebut, dalam keterangan tertulisnya, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyinggung hasil bahtsul masail pada Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 2021.
Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Realisasi Investasi di IKN Dipercepat
Gus Yahya -sapaan KH Yahya Cholil Staquf- menyampaikan dalam hasil bahtsul masail tersebut PBNU berpendapat bahwa hukum pengambilalihan tanah rakyat oleh pemerintah dengan cara sewenang-wenang adalah haram.
Maksud tanah rakyat tersebut, dijelaskan Ketua Umum PBNU, adalah tanah rakyat yang sudah dikelola selama bertahun-tahun melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan).
Artikel Terkait
Pemerintah akan Beri NU Konsesi Besar, Presiden Jokowi: Memperkokoh Kemandirian dan Kewirausahaan Sosial
Presiden Jokowi Gelar Penyatuan Tanah dan Air dari 34 Daerah Indonesia di Titik Nol IKN
Serahkan 3.000 Sertifikat Tanah kepada Masyarakat, Presiden Jokowi: Silakan Pinjam ke Bank untuk Modal Usaha
Perintah Presiden Jokowi: Kalau Ada Mafia Tanah Main-main, Detik Itu juga Gebuk
Resepsi Puncak 1 Abad NU, Presiden Jokowi: Semoga Menjadi Penanda Kebangkitan Baru
Presiden Jokowi Serahkan 1.043 Sertifikat Tanah ke Masyarakat di Blora
Hadiri Sidang Umum ke-44 AIPA, Jokowi Tekankan Pentingnya Kesejahteraan Rakyat ASEAN yang Berkeadilan
Jokowi Minta Rakyat Ingatkan Pemimpin Indonesia Kedepan: Jangan Ulangi Ekspor Bahan Mentah Seperti VOC
KTT ke-13 ASEAN-PBB, Presiden Jokowi Tegaskan Kepentingan Rakyat Harus Jadi Prioritas Utama
Soal Proyek Rempang Eco City, Pesan PBNU ke Pemerintah: Utamakan Musyawarah, Hindari Pendekatan Koersif