• Kamis, 21 September 2023

CBD COP15 di Kanada, Masyarakat Adat Papua Desak Komitmen Indonesia Selamatkan Alam dan Keanekaragaman Hayati

- Sabtu, 10 Desember 2022 | 14:56 WIB
Orpha Yosua, perempuan dari suku Namblong, Papua, menyampaikan keterangannya saat konferensi pers CBD COP15 di Hotel10 Montreal, pada Sabtu, 9 Desember 2022. (Greenpeace Indonesia/CoverBothSide.com)
Orpha Yosua, perempuan dari suku Namblong, Papua, menyampaikan keterangannya saat konferensi pers CBD COP15 di Hotel10 Montreal, pada Sabtu, 9 Desember 2022. (Greenpeace Indonesia/CoverBothSide.com)

COVERBOTHSIDE – Perwakilan masyarakat adat Papua, Indonesia, turut menghadiri Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa 2022 atau CBD COP15 yang digelar di Montreal, Kanada, pada 3-17 Desember 2022.

Dalam forum tersebut, masyarakat adat Papua bersama masyarakat adat sejumlah negara seperti Brasil, Republik Demokratik Kongo, Kanada, dan Kamerun, menyerukan tentang perlindungan alam dan keanekaragaman hayati.

Orpha Yosua, perempuan dari suku Namblong, Papua, menceritakan perjuangan masyarakat adat melawan perusahaan kelapa sawit yang hendak berinvestasi di Distrik Nimbokrang, Jayapura.

Baca Juga: Wapres Ma’ruf Amin Beberkan 7 Poin Utama Hasil Kunjungan Kerja ke Papua, Apa Saja?

Dia mengungkapkan bahwa perusahaan kelapa sawit yang ditengarai secara ilegal tersebut membabat hutan yang menjadi sumber hidup masyarakat adat Namblong, Papua, sejak zaman dahulu.

”Kami yang paling tahu betapa berharganya hutan kami dan bagaimana cara menjaganya. Pemerintah harus mengakui hak-hak dan pengetahuan kami,” kata dia saat konferensi pers di Hotel10 Montreal, Sabtu, 9 Desember 2022.

Mengakui hak-hak dan pengetahuan tersebut, dijelaskan Orpha Yosua, yakni membiarkan masyarakat adat melanjutkan apa yang sudah dilakukan dalam menjaga hutan dan tanah di Papua tanpa andil perusahaan kelapa sawit.

Baca Juga: Wapres Ungkap Solusi Mengatasi Masalah Kesejahteraan dan Penegakan HAM di Papua

”Bukan hanya untuk kami (masyarakat adat Namblong), tapi juga makhluk lainnya di bumi,” tegas Orpha Yosua.

Sejak zaman dahulu kala, masyarakat adat telah hidup dalam harmoni dengan alam. Bahkan, masyarakat adat yang jumlahnya hanya 5 persen dari seluruh populasi dunia, berkontribusi melindungi 80 persen keanekaragaman hayati dunia yang masih tersisa.

Untuk itu, negara-negara di dunia harus menggeser paradigma kolonial yang berpusat pada ekstraksi, serta mengubah pendekatan kebijakan ke arah perlindungan alam dengan menjunjung hak-hak masyarakat adat.

Baca Juga: Sambangi 4 Provinsi di Wilayah Papua, Wapres Ingin Tegakkan Prinsip No One Left Behind

Artinya bahwa masyarakat adat juga harus dilibatkan dalam setiap proses pembuatan kebijakan, terlebih menyangkut tanah mereka yang sudah turun temurun menempati dan merawatnya.

”Kami berharap COP15 akan mengakui hak-hak kami dan akan membuka lebih banyak ruang untuk kami bisa terlibat dalam proses pembuatan kebijakan,” kata Dinamam Tuxá, perwakilan masyarakat adat dari Brasil, dalam forum yang sama.

Halaman:

Editor: Moh Badar Risqullah

Sumber: Greenpeace Indonesia

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X